Jakarta, POPIUM - Ketua nahkamah Konstitusi, Mahfud MD, membantah pernyataan yang menyebut bahwa korupsi adalah warisan nenek moyang dan sudah merupakan bagian dari budaya bangsa.
Mahfud menyatakan, korupsi bukanlah warisan nenek moyang, tetapi merupakan produk peninggalan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Suharto. Era korupsi dimulai pasca peristiwa Malari pada tahun 1974, dimana militer mulai mengintervensi dunia peradilan.
"Pada tahun 1974 Suharto didemo besar-besaran oleh mahasiswa, yang kemudian kita kenal peristiwa itu dengan istilah peristiwa Malari (Lima Belas januari). Untuk menjaga stabiltas dan kekuasaan, kemudian militer mengendalikan peradilan, sehingga independensi hakim hilang," jelas Mahfud yang berbicara dalam seminar bertajuk 'Membangun Indonesia Baru' yang diselenggarakan IKA UII di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis 8 November 2012.
Berbicara selaku Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Islam Indonesia (IKA UII), Mahfud juga mengingatkan kepada publik agar tidak begitu saja memercayai omongan tokoh proklamator M Hatta tentang budaya korupsi di Indonesia.
Apa yang dikatakan Hatta, kata Mahfud, adalah sebuah peringatan, karena dilihatnya bangsa Indonesia akan menghadapi potensi munculnya budaya korup dalam perkembangan ke depan.
"Jangan percaya begitu saja dengan Mohammad Hatta kalau kita punya budaya korup. Mungkin saat itu dia (M Hatta) marah karena korupsi mengancam," ujar Mahfud dalam seminar.
Mahfud percaya, korupsi bukanlah sesuatu yang disepakati bangsa Indonesia sebagai bagian dari budaya bangsa. Bangsa Indonesia yang berjiwa agamis dan religius, yakin Mahfud, pasti menolak keras praktik-praktik korupsi.
"Tinggal bagaimana, ke depanya para pemimpin dan juga rakyat Indonesia, memerangi korupsi dalam fungsi dan peran masing-masing," jelas Mahfud.
Helmi R
Mahfud menyatakan, korupsi bukanlah warisan nenek moyang, tetapi merupakan produk peninggalan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Suharto. Era korupsi dimulai pasca peristiwa Malari pada tahun 1974, dimana militer mulai mengintervensi dunia peradilan.
"Pada tahun 1974 Suharto didemo besar-besaran oleh mahasiswa, yang kemudian kita kenal peristiwa itu dengan istilah peristiwa Malari (Lima Belas januari). Untuk menjaga stabiltas dan kekuasaan, kemudian militer mengendalikan peradilan, sehingga independensi hakim hilang," jelas Mahfud yang berbicara dalam seminar bertajuk 'Membangun Indonesia Baru' yang diselenggarakan IKA UII di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis 8 November 2012.
Berbicara selaku Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Islam Indonesia (IKA UII), Mahfud juga mengingatkan kepada publik agar tidak begitu saja memercayai omongan tokoh proklamator M Hatta tentang budaya korupsi di Indonesia.
Apa yang dikatakan Hatta, kata Mahfud, adalah sebuah peringatan, karena dilihatnya bangsa Indonesia akan menghadapi potensi munculnya budaya korup dalam perkembangan ke depan.
"Jangan percaya begitu saja dengan Mohammad Hatta kalau kita punya budaya korup. Mungkin saat itu dia (M Hatta) marah karena korupsi mengancam," ujar Mahfud dalam seminar.
Mahfud percaya, korupsi bukanlah sesuatu yang disepakati bangsa Indonesia sebagai bagian dari budaya bangsa. Bangsa Indonesia yang berjiwa agamis dan religius, yakin Mahfud, pasti menolak keras praktik-praktik korupsi.
"Tinggal bagaimana, ke depanya para pemimpin dan juga rakyat Indonesia, memerangi korupsi dalam fungsi dan peran masing-masing," jelas Mahfud.
Helmi R